Jumat, 24 Juni 2016

Aku dan ruang pribadiku

Fajar mulai memanas. Menyinari kedua mataku yang terpejam. Membuat pelan kedua kelopak mataku membuka. Sontak gerak tangan menutupi. Terkejut oleh silau panas mentari pagi. Cerah, tapi panas. Tak ada sejuk pagi dikehidupan kota. Pohon pendingin alam tak dikasih ruang hidup dikota. Semua dihuni oleh manusia. Ditemani mesin yang menjadikan cuaca lebih panas. Asap mengepul menjadikan alam makin panas. Bahkan tak ada kesempatan burung berdoa pagi. Mesin mesin itu merusak indahnya pagi. Manusia itu.. mesin itu..

Aku terperanjat dari karpet tempat biasa aku tertidur. Karpet berukuran dua kali tiga meter yang digelar disudut ruang tamu. Aku diam sejenak. Mata menyapu seluruh ruang itu. Mencari alat wajib sebelum memulai ritual pagi. Dan kutemukan disudut pojok ruangan. Segebok kretek dan sebuah korek api. Kadang kala lain, alat itu kutemukan disudut lantai atas, kadang dilantai yng sama dengan ruang yang berbeda. Entah siapa yng memindahkan itu. Aku berpikir, mungkin dia yng mengambil akan melakukan ritual yng sama denganku.

Ku nyalakan kretekku, ku hisap perlahan. Panas pagi kota sedikit terobati oleh asap tembakau khas madura. Tembakau terbaik dari semua tembakau yng ada di Indonesia.

Ritual pagiku siap dimulai. Aku ambil handuk. Bersiap menuju ruang pribadi. Ya.. kusebut ruang pribadi, karna tak pernah aku didalam ruang itu bersamaan dengan orang lain. Baik dengan pria apalagi dengan wanita. Mungkin orang lain menyebut ruang itu dengan sebutan lain. Kamar mandi. WC. Jedeng. Tapi bagiku, ruang itu bukan sekedar tempat masuk mandi langsung kluar, bukan tempat buang hadjat langsung kluar. Tempat itu lebih sari sebuah ruang dengan genangan air dan gayung. Ditempat itu biasa aku melakukan ritual, menyendiri, kontemplasi.

Aku memulai ritual pagiku dengan membuka baju dan celana. Kugantung penutup tubuhku itu dipaku yng menancap tembok. Perlahan kaki menuju sudut ruang pribadiku. Jongkok diatas tempat pembuangan sampah dari perut manusia. Closet. Aku hisap kretekku yng masih ditangan. Aku tak berniat buang hajat. Juga tak berniat buang air kecil.

Petualanganku sudah dimulai. Anganku sudah berjalan. Otakku kadang berpikir lebih jernih didalam kamar mandi ini, didalam ruang pribadiku.

"Dok dok dokk.." suara gedor pintu menghamburkan imajiku

"Siapa didalam?" lanjut suara dari balik pintu.

"Aku jok, Habib." jawabku keras

"Cepet bib.. Kebelet aku." sahut Joko dari luar

"Ah kau ini jok mengganggu saja. Aku baru saja dapet ilham tentang tulisan novelku, tapi belum selesai kau mengagetkanku. Buyar sudah." aku sedikit marah.

"Halah.. Kayak nabi aja dapet ilham." joko menimpali.

Aku terdiam. Merekonstruksi ulang ide ideku yng berhamburan karna suara pintu itu. Sembari menghirup kretek yng masih ditangan. Kuhembuskan. Dan kluar asap memenuhi ruangan.

"Nabi macam apa kau ini bib? Dapet ilham kog dikamar wc." tambah Joko.

"Hmm.. Kau lupa jok, bung Karno teriak teriak dikamar mandi? Itu dapet ilham buat bekal orasi."
"Kau memang pintar buat alasan bib."

"Kau kenal tere liye? Puthut ea? WS Rendra? Mereka semua idolaku. Dan aku yakin beberapa dari karya mereka ada yang nemu dari ruangan macam ini."

"Ayolah bib.. Sekarang bukan saatnya berdebat. Sudah mau kluar ini."

Aku terdiam sejenak. Kuhirup lagi kretek yang dari tadi masih menempel ditangan. Kuhirup. Kuhembuskan. Asap semakin pekat memenuhi ruangan. Joko semakin merengek rengek diluar. Akhirnya aku keluar. Keluar meninggalkan kamar pribadiku. Keluar demi kawanku.

0 komentar:

Posting Komentar