Sabtu, 10 Januari 2015

SISTEM NOKEN DI PAPUA DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN 2014

SISTEM NOKEN DI PAPUA
DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN 2014


DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
B.  Rumusan Masalah
C.  Tujuan Penulisan
D.  Manfaat Penulisan

BAB II PEMBAHASAN
A.  Faktor yang Melatarbelakangi Digunakanya Sistem Noken
di Papua dalam Pemilihan Presiden 2014
1.     Pengertian Sistem Noken di Papua
2.     Sejarah Digunakannya Sistem Noken di Papua
3.     Proses Berlangsungnya Sistem Noken di Papua
4.     Dalam segi efisiensi dan efektivitas sistem noken
apakah sesuai dengan sistem demokrasi Indonesia
B.  Dampak yang Ditimbulkan dari Sistem Noken di Papua
C.  Upaya dalam Menghadapi Sistem Noken di Papua

D.  Problematika dari Sistem Noken terhadap Masa Kekinian


BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan
B.  Saran

DAFTAR RUJUKAN
  

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sistem noken di Papua akhir-akhir ini memang menjadi berita hangat sejak gugatan Prabowo-Hatta atas keputusan Mahkamah Konstitusi akan hasil pilpres 2014. Demokrasi memang sangat lekat dengan suara rakyat yang dijamin oleh konstitusi dan tidak bisa diganggu gugat oleh siapapun. Disisi lain sistem noken memang menjadi kearifan lokal dalam pilgub, dan pilpres masyarakat Papua. Akan tetapi disisi lain hal ini masih menjadi perdebatan hangat masalah keabsahan dari sistem noken yang ada di Papua. Akan tetapi MK sendiri telah memperbolehkan sistem noken, sebagai bentuk penghargaan terhadap budaya lokal di Papua, karena hal ini sesuai diterapkan di Papua yang mayoritas tingkat pengetahuan dibawah daerah lain di Indonesia.  
Dalam hal ini sistem noken bukan keputusan sepihak akan tetapi kolektif dari masyarakat yang sudah melakukan penelitian dan pemikiran matang mengenai calon pilihannya. Yang kemudian diwakilkan kepada orang yang dipercaya ataupun kepala adat untuk melakukan pencoblosan.
Noken sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat di daerah Pegunungan Tengah Papua. Jadi tidak hanya sekedar untuk menaruh barang-barang ketika dia ke kebun, atau untuk menggendong bayi saja, tetapi noken memiliki nilai historis. Dari latar belakang itu, kini pelaksanaan sistem sistem Noken mengacu pada keputusan MK. Namun sistem Noken terlalu banyak multitafsir. Sehingga terjadi masalah di daerah tertentu. Dalam makalah ini akan kami bahas mengenai sistem noken lebih jelasnya.
B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas kami mempunyai rumusan masalah yang akan kami bahas dalam makalah ini, antara lain :
1.     Apakah faktor yang melatarbelakangi digunakanya sistem noken di Papua dalam pemilihan presiden 2014?
2.     Apakah dampak yang ditimbulkan dari sistem noken di Papua?
3.     Bagaimana upaya dalam menghadapi sistem noken di Papua tersebut?

C.    Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas, terdapat beberapa tujuan antara lain:
1.     Untuk mengetahui faktor yang melatarbelakangi digunakanya sistem noken di Papua dalam pemilihan presiden 2014.
2.     Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari sistem noken di Papua.
3.     Bagaimana upaya dalam menghadapi sistem noken di Papua tersebut.

D.    Manfaat Penulisan
Manfaat yang ingin diperoleh dari penulisan karya ilmiah ini adalah:
1.   Bagi Penulis
a.    Sebagai sarana menanamkan jiwa ilmiah melalui pemahaman yang kontekstual
b.   Sebagai sarana untuk menumbuhkan dan melatih kemampuan dalam menganalisis masalah yang terjadi dalam masyarakat.

2.   Bagi Peneliti Lain
a.    Sebagai bahan materi rujukan untuk melakukan penelitian lebih lanjut dan mendalam
b.   Sebagai sarana untuk bertukar pendapat dalam rangka mewujudkan masyarakat yang berkarakter

3.   Bagi Masyarakat
a.    Sebagai sebuah pengetahuan untuk menambah wawasan terhadap onsep hubungan antara hukum dengan interaksi dalam masyaraka


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Faktor yang Melatarbelakangi Digunakanya Sistem Noken di Papua dalam Pemilihan Presiden 2014

1.     Pengertian Sistem Noken di Papua
Pelaksanaan sistem noken di Papua memang menjadi salah satu perdebatan yang paling hangat dalam sidang sengketa hasil pemilihan presiden (pilpres) 2014 di Mahkamah Konstitusi (MK) akhir-akhir ini, yang diajukan pasangan Prabowo-Hatta.
Sistem noken adalah sistem yang memberikan kekuasaan kepada kepala suku sebagai perwakilan dalam pemberian suara untuk menentukan pilihan sukunya atas kesepatan warga kampungnya. Dalam pemilihan umum (pemilu), hak politik warga negara adalah hak konstitusional yang tidak boleh dibatasi dengan alasan administrasi maupun alasan apapun. Proses sistem noken dalam pemilu presiden dan wakil presiden di Papua juga ada didaerah pegunungan dan arena sulit terjangkau sehingga memerlukan biaya besar untuk kesana terutama dalam kegiatan sosialisasi.( http:// www.kanalsatu.com/id)
Ada dua cara yang digunakan dalam sistem noken yaitu noken bigmen dan noken gantung. Noken bigmen adalah sistem noken dimana seluruh suara diserahkan atau diwakilkan sepenuhnya kepada ketua adat. Sedangkan noken gantung adalah sistem noken dimana warga dapat melihat kesepakatan dan ketetapan suara kepada parpol atau capres yang sebelumnya dimusyawarahkan untuk dibagi berapa banyak parpol atau capres yang mendapat suara. Mahkamah Konstitusi sebenarnya memperbolehkan sistem noken sebagai bentuk penghargaan terhadap kearifan lokal yang ada di Papua.
Sistem noken merupakan simbol musyawarah tertinggi untuk penentuan pendapat di Papua tanpa rahasia dan lebih mementingkan musyawarah didalam suku.
2.     Sejarah Digunakannya Sistem Noken di Papua
Noken merupakan sebuah kerajinan tangan khas Papua berupa tas yang terbuat dari serat pohon yang dirajut. Noken mempunyai fungsi yang serbaguna. Noken didaftarkan sebagai Urgent Safeguarding of Intangible Cultural Heritage (Warisan Budaya Bukan Benda yang Membutuhkan Perlindungan Mendesak). Setiap suku di Papua memberi nama sendiri untuk tas multifungsi ke dalam bahasa daerah masing-masing. Tetapi noken cukup unik karena nama tersebut digunakan di seluruh daratan Papua. Warga yang berdiam di Papua, baik yang berambut lurus maupun berambut keriting, sudah mengerti benda yang disebut noken.
Noken mempunyai fungsi sosial, yaitu menjadi identifikasi asal suku. Karena corak, bentuk, dan pewarnaan pada noken dari setiap suku berbeda-beda. Noken juga mempunyai fungsi budaya, karena digunakan dalam semua acara adat. Noken juga mempunyai fungsi ekonomi, yaitu sebagai penyimpan bahan makanan untuk keperluan mendesak. Noken juga mempunyai fungsi politik, dengan digunakannya noken dalam pemilu. Oleh karenanya, tidak heran jika proses pemilihan umum yang berlangsung di daerah pegunungan tengah Papua disebut dengan sistem noken.( http://politik.rmol.co)
Dalam sistem kebudayaan masyarakat Papua, pengambilan keputusan dilakukan dengan sistem noken atau ikat. Di dalam tradisi masyarakat Papua untuk mengambil keputusan biasanya dalam rapat atau musyawarah yang melibatkan masyarakat keseluruhan atau orang-orang tertentu. Sistem noken adalah suatu sistem yang digunakan dalam Pemilu khusus untuk wilayah provinsi Papua. Oleh KPU, noken menjadi bagian penting dalam pelaksanaan pilkada Papua, khususnya untuk masyarakat Papua yang berasal dari daerah pegunungan. Di dalam petunjuk teknis (Juknis) KPU Papua Nomor 1 tahun 2013, noken digunakan sebagai pengganti kotak suara.
Di Kabupaten Sipadi yang terletak di wilayah Pegunungan Tengah Papua merupakan daerah yang terisolir. Sistem Noken sudah berlangsung sejak pemilu-pemilu di Orde Baru. Selama itu sistem Noken belum ada proteksi dalam hal ini Undang-Undang. Namun sejak 2009 lalu, ada keputusan Mahkamah Konstitusi yang melegalkan itu. Sistem Noken yang dikaitkan itu dengan tradisi atau budaya, kearifan lokal. Khusus di daerah pegunungan tengah.
Mekanisme noken atau ikat dapat berdasarkan musyawarah bersama atau otoritas kepala suku yang merupakan representasi keputusan masyarakat. "Kenyataan empiris pemilu di Papua dengan menggunakan sistem noken atau ikat dimulai pada pemilu 1971 di mana pemilu legislatif, pemilu kepala daerah atau pilpres dilakukan melalui sistem noken.
Sistem noken dalam pemberian suara sudah dikenal sejak masa referendum, jajak pendapat atau disebut sebagai Perpera pada 1969 di Irian Barat sebelum namanya diganti Irian Barat dan Papua. Untuk Pemilu di Indonesia, sistem noken digunakan pada pemilu terakhir yaitu pemilu 2009 dan kini diakui oleh saksi KPU di MK pada Pilpres 2014. Dan pada Pilpres 2014 ada 16 kabupaten di Papua yang masih menggunakan sistem noken.
Meski tidak sesuai dengan konstitusi, MK telah memutuskan bahwa sistem noken menjadi sistem yang sah dalam pemilu. Hal ini tertuang dalam putusan MK Nomor 47-48/PHPU A-VI/2009 tentang Mekanisme Penggunaan Sistem Noken di Papua pada tanggal 9 Juni 2009. digunakan pada pemungutan suara Pilkada Kabupaten Yahokimo




3.     Proses Berlangsungnya Sistem Noken di Papua
Karena mekanisme pemungutan suara didasarkan pada hukum adat setempat dan tidak diatur dalam undang-undang pemilu. Tapi konstitusi memberikan pengakuan terhadap perlindungan masyarakat adat dan hak-hak konstutisonal.
Persoalan muncul ketika noken digunakan sebagai simbol dalam pemilu. Sejak nama calon kepala daerah atau anggota legislatif atau presiden dan wakil presiden ditetapkan, orang Papua di berbagai kampung di pegunungan mulai terlibat dalam diskusi-diskusi, baik yang terjadi secara spontan maupun terencana. Diskusi dilakukan di rumah adat, halaman tempat ibadah, halaman balai desa, atau halaman rumah tertentu, dan dipimpin tokoh agama, tokoh pemuda, guru, atau pegawai negeri yang dipercayai oleh penduduk lokal.
Dalam diskusi itu, mereka saling membagi informasi tentang setiap calon yang hendak dipilih.  Mereka tidak membahas visi dan misi para calon sebab visi dan misi tidak bisa dipegang dan sulit diuji kebenarannya. Informasi yang mereka cari dan bagikan berkisar tentang kehidupan para calon. Mereka ingin mengetahui pekerjaan yang pernah dilaksanakannya, kebiasaannya, hobinya, sifat-sifat dan karakter dirinya, sikapnya terhadap orang lain, serta nilai-nilai universal yang dihidupi dan diperjuangkannya. Kalau calon berasal dari desa tempat diskusi dilaksanakan, peserta menyelidiki kontribusinya bagi kemajuan desa asalnya.
Dengan mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya, masyarakat mulai mendapatkan gambaran tentang calon siapa yang dapat dipercayai dan layak dipilih. Setiap pemilih di kampung mulai mengambil keputusan personal tentang calon yang akan dipilihnya.
Kemudian calon pilihannya disampaikan kepada orang lain untuk menguji kelayakan dan mendapatkan tanggapan balik. Dengan demikian, semua calon yang disebutkan para pemilih diuji kelayakannya oleh rakyat dengan menggunakan kriteria kultural. Pengujian melalui diskusi berlangsung hingga para pemilih di suatu desa mencapai kesepakatan. Isi kesepakatan mencakup calon yang dapat dipercayai dan, karena itu, layak diberikan suara kepadanya, serta seberapa banyak suara yang dapat dialokasikan baginya.(www. sinarharapan.co)
Maka, menjadi jelas bahwa hasil pemilu adalah keputusan personal dari setiap pemilih, yang disatukan secara bersama menjadi sebuah kesepakatan komunitas, dan disimbolkan melalui noken. Rakyat bisa bersepakat ”mengisi” semua suara dari desanya dalam  sebuah noken dan menyerahkannya kepada calon yang dipercayainya atau membagi suara kepada beberapa calon. Praktik Noken masih terdapat di beberapa wilayah pegunungan tengah di Papua, disebabkan karena faktor geografis dan ketersebaran masyarakat di wilayah pegunungan, tidak semua warga sanggup turun untuk melakukan pencoblosan, juga dikarenakan keterbatasan akses terhadap informasi.
4.     Dalam segi efisiensi dan efektivitas sistem noken apakah sesuai dengan sistem demokrasi Indonesia
Dari segi efisiensi, sistem noken menghemat anggaran pemilu apalagi Papua merupakan daerah yang sulit dijangkau untuk mengadakan sosialisasi pemilu.
 Sedangkan dari segi efektivitas, sistem noken kurang begitu efektif karena tidak sesuai dengan sistem demokrasi yang ada di Indonesia, dan perkembangan keadaan. Selain itu sistem noken tidak diatur dalam undang-undang. Seharusnya dalam pemilihan umum tidak menggunakan sistem noken melainkan menggunakan sistem demokrasi yang berlangsung transparan sesuai dengan UU Nomor 12/2003 tentang pemilu. Supaya tidak mengakibatkan pelangggaran Hak asasi Manusia dalam pemilihan umum.


B.    Dampak yang Ditimbulkan dari Sistem Noken di Papua
Dalam pelaksanaanya, sistem noken yang merupakan kearifan lokal dari Papua apabila dianalisis akan menimbulkan dampak yaitu positif maupun negatif. Dampak tersebut antara lain :

1.     Dampak Positif
a.      Transparan
Kesepakatan rakyat ditetapkan sebelum pemungutan suara dilaksanakan. Tanpa ada rahasia tentang calon yang dipilih, bahkan rakyat menceritakan kesepakatan kepada orang lain. Oleh karena itu, biasanya orang sudah tahu hasil pemilu atau calon siapa yang akan dipilih oleh rakyat di desa sebelum pemungutan suara dilaksanakan. Pemungutan suara tidak harus dihadiri semua pemilih karena pencoblosan dapat dilakukan orang yang mereka percaya untuk mewakilinya. Inti dari demokrasi adalah partisipasi seluruh rakyat. Maka, dalam pemilu yang demokratis, seluruh rakyat mesti berpartisipasi secara aktif membuat keputusan tentang calon yang dipilihnya.(http:// kompas.com)

b.     Daulat Rakyat
Dalam bahasa Sri-Edi Swasono, demokrasi adalah daulat rakyat. Bukan daulat tuanku. Bukan pula daulat pasar (”Demokrasi Daulat Rakyat”, Kompas 16/8/2014). Ia menjelaskan bahwa demokrasi politik menuntut partisipasi politik dan emansipasi politik seluruh rakyat.
Kesepakatan rakyat yang disimbolkan melalui noken mencerminkan partisipasi dan emansipasi politik. Rakyat telah menyatakan kedaulatannya dalam memilih calon presiden yang dipercayainya. Atas dasar kedaulatan inilah, rakyat di Kabupaten Dogiyai mengusir Bupati Dogiyai keluar dari ruangan karena dia mengajak mereka memilih calon presiden yang bertentangan dengan kesepakatan rakyat.( http:// kompas.com)
Maka, hasil pilpres yang menggunakan sistem noken,  apa pun hasilnya, mencerminkan kedaulatan rakyat. Rakyat telah melaksanakan pilpres secara langsung, umum, bebas, transparan, jujur, dan adil. Dengan demikian, menggugat hasil pilpres di Pegunungan Papua berarti mempermasalahkan kedaulatan rakyat.
Malah, kita perlu menggali kearifan lokal di seluruh nusantara agar memunculkan dan menambah sistem pemilu  berbeda-beda bentuknya, tetapi mencerminkan kedaulatan rakyat sehingga seluruh rakyat berpartisipasi dan beremansipasi dalam pemilu. (IRIB Indonesia / Kompas / SL)

c.      Efisiensi Anggaran Pemilu
Sistem noken yang dilaksanakan di Papua yang secara geografis terletak diwilayah yang sulit dijangkau, sedangkan latarbelakang pendidikan masyarakatnya masih rendah. Sehingga membutuhkan biaya yang besar untuk mengadakan sosialisasi dan pelaksanaan pemilu dari pada daerah lain.
Sehingga dengan sistem noken dapat mengefisiensikan anggaran pemilu yang besar untuk sosialisasi dan pelaksanaan pemilu di Papua.

d.     Menghindari Terjadinya Konflik
Hal ini karena tidak jarang terjadi konflik antara pendukung caleg, capres dan cawapres apabila hasilnya tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Yang mana mereka saling membenarkan argument mereka untuk membela calon mereka.
Sehingga sistem noken di Papua dapat menghindarkan konflik karena hasil pemilu, karena sistem noken dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama rakyat sebelum dilaksanakan pemilu. Di Pegunungan Papua, pemilu dilaksanakan secara transparan atas dasar kesepakatan bersama yang merangkum keputusan pribadi para pemilih. Oleh karena itu, rakyat tidak mempermasalahkan tempat pemungutan suara, tetapi hasilnya mesti sesuai dengan kesepakatan rakyat. Jadi,  tidak ada rakyat yang memberontak ketika pemungutan suara tidak dilaksanakan di tempat pemungutan suara.


2.     Dampak Negatif
a.      Kurang Majunya Peradaban Demokrasi di Papua
Penggunaan Noken sebagai pengganti kotak suara mulai diperkenalkan dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) dan pemilihan legislatif (pileg) di beberapa wilayah kabupaten di pegunungan tengah Papua berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 47-48/PHPU.A-VI/2009, tanggal 9 Juni 2009 dalam sengketa Pilkada Kabupaten Yahukimo 2009. Saat itu, MK memperbolehkan menggunakan noken dalam pemungutan suara di beberapa daerah di wilayah pegunungan Papua. Putusan MK yang melegalkan penggunaan noken hanyalah bentuk penghargaan terhadap keberagaman kearifan lokal dalam kemajemukan Indonesia. 
Namun, putusan MK tersebut tidak dapat dipandang atau ditafsirkan sebagai suatu norma hukum yang digunakan sebagai dasar hukum penggunaan noken sebagai suatu “sistem” dalam pemilu di Papua. Noken hanyalah sebuah simbol budaya dan tidak dapat digunakan secara permanen, sebagai instrumen demokrasi dalam pemilu di Papua. Itu karena sistem seperti itu tidak akan pernah mendidik masyarakat untuk maju dalam peradaban berdemokrasi. 

b.     Perdepatan Mengenai Keabsahan DPKTb
Dalam pilpres 2014 yang sangat hangat membicarakan sistem noken yang meragukan keabsahan DPKTb, ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu pertama haruslah diingat bahwa penyelenggaraan pemilu sebagai instrument demkrasi merupakan pemenuhan negara terhadap rakyat untuk mengakui kedulatannya. Bukankah nterlalu kejam jika negara hanya karena persoalan teknis administrasi KPU, kemudian hak rakyat untuk memilih ( right to vote ) yang berjumlah urang lebih 2,9 juta tidak mendapat haknya dalam pesta demokrasi (pemilu). Padahal ini sudah diatur dalam UUD NRI 1945 ( pasal 1 ayat 2, pasal 27 ayat 1, pasal 28 D ayat 3).
Kedua, jika putusan MK Nomor 102/PUU-VII/2009 dianggap hanya berlaku untuk Pilpres 2009. Bukankah yang diuji dulu adalah UU Nomor 42/2008 dan hingga belum direvisi. Dan tetap dijadikan acuan Pilpres 2014.
Ketiga, produk hukum “regeling.” Hal ini terlihat jelas berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU No 11 penting untuk diketahui bahwa tindak lanjut KPU yang membentuk Peraturan No. 9/ 2014 tentang Pemungutan Suara dan Penghitungan Suara Dalam Pilpres 2014 yang membenarkan kehadiran DPKTb adalah tindakan hukum yang sah dalam / 2012 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan “lembaga Negara, badan, atau komisi Negara yang dibentuk dengan UU atau atas perintah UU dapat membuat produk hukum yang bersifat pengaturan. Jelas, bahwa KPU di sini merupakan alat kelengkapan Negara yang dibentuk berdasarkan UU No. 15/ 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu. Dan lebih lanjut, PKPU No 9/2014 dibentuk atas amanat Pasal 118 ayat 3, Pasal 119 ayat 3, Pasal 126 ayat 2, Pasal 127 ayat 2, dan Pasal 135 ayat 2 UU No. 42/ 2008.
Atas argumentasi diatas, berarti keberadaan DPKTb yang diakui oleh MK melalui peraturan KPU adalah langkah tepat untuk melindungi hak pilih setiap warga negara.

C.    Upaya dalam Menghadapi Sistem Noken di Papua
Seperti Taufik H. Mihardja yang menyampaikan: “Orang Papua memang tidak bisa mengikuti cara yang dilakukan di daerah lain. Awalnya boleh sistem noken, tetapi pada akhirnya harus seragam dengan daerah lain, karena tentunya bisa menjadi masalah di kemudian hari.” Pendapat kontra juga disampaikan oleh Pak Tasliman, “sudah 69 tahun Indonesia merdeka, tentunya rakyat Papua harus mendapat pendidikan yang layak, sehingga bisa mengikuti sistem politik modern dan menyuarakan hak politiknya.”
Sedangkan beberapa kompasianer yang pro dengan hal ini, melihat bahwa sistem noken merupakan salah satu kearifan lokal Indonesia, sistem noken merupakan produk dari hukum adat dan sudah sepantasnya Indonesia melegalkan hukum adat tersebut.
Masyarakat mestinya terus diajarkan menyadari hak, kewajiban, serta tanggung jawab konstitusionalnya sebagai warga negara. Bukan sebaliknya, masyarakat terus menjadi objek untuk kepentingan elite-elite politik yang terus memolitisasi atas nama masyarakat dengan dalil “kebodohan dan keterbelakangan”. 
Jika demikian, di manakah tanggung jawab kita sebagai bangsa? Dalam hubungan ini, politisasi terhadap “sistem” noken yang terus terjadi dalam pemilu di Papua hanya melahirkan politikus-politikus yang tidak berkualitas dan tidak berwawasan sebagai negarawan. 
Hal tersebut karena salah satu indikator kemajuan demokrasi akan sangat ditentukan dari kualitas sumber daya manusia para politikus yang dipilih secara demokratis mewakili kepentingan rakyat. Rakyatlah yang semestinya menentukan kualitas para wakil rakyat. Bukan sebaliknya, rakyat dipolitisasi untuk menentukan kualitas para politikus. 
Jika ini terus terjadi, masyarakat Papua terus mundur dalam dan tidak akan pernah maju dalam peradaban demokrasi. Biarkan masyarakat bebas menggunakan hak pilih mereka secara demokratis, sesuai hati nuraninya, tanpa upaya masif atau paksaan dengan cara memolitisasi noken sebagai suatu keniscayaan dalam pesta demokrasi di Papua. 
Dibutuhkan peran penting pemerintah dan lembaga penyelenggara pemilu dalam mengantarkan kemajuan masyarakat ke pintu gerbang demokrasi Indonesia. Ini sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kemajuan suatu bangsa dan negara. 
Sebagai anak bangsa, kita tentu tidak pernah berpikir terus-menerus membodohi atau membohongi masyarakat dengan dalil apa pun. Sehingga Pemilihan umum 2014 ini jauh lebih berkualitas, lebih bermartabat, dan lebih berdemokratis dari pemilu sebelumnya. Semoga juga ini menjadi momentum penting dalam membangun peradaban masyarakat, bangsa, dan negara dari Sabang hingga Merauke. 
Sehingga, ke depannya ada lagi politisasi terhadap sistem noken dalam pemilu di Papua, terutama masyarakat pegunungan di Papua.
D.      Problematika dari Sistem Noken terhadap Masa Kekinian
Terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua.
Sejak  tahun 1969-1984 diperkirakan sekitar 300.000 orang atau sekitar 30 persen penduduk Papua menjadi sasaran operasi militer dan tindak kekerasan lain oleh aparat negara sejak tahun 1969. Sebagian meninggal dunia karena pemboman wilayah (aerial bombardment), yang juga menghancurkan ekologi dan perikehidupan rakyat setempat untuk waktu lama.
Kelaparan, tidak adanya akses kesehatan dan pengejaran terhadap penduduk seringkali terjadi di pedesaan sementara kaum terpelajar menjadi sasaran di kota-kota. Di sini pula kita melihat program Keluarga Berencana (KB) yang dibanggakan oleh Orde Baru sebagai jalan mengontrol kepadatan penduduk justru menjadi cara ampuh untuk menghalangi berkembangnya orang Papua.
Konteks Pilkada di kota, kabupaten dan provinsi sangat berpotensi konflik dan seringkali korban berdarah-darah untuk mencapai tujuan politik dan kekuasaan.  Pesta demokrasi seharusnya dijalankan sesuai peraturan dan mekanisme yang diatur dan berlaku, namun tidak dapat disangkal money politik menjadi cara ampuh dan sistem kumpul suara atau sistem noken menjadi masalah lain yang mewarnai proses pemilukada.
Bayang-bayang ancaman terseret koruptor, menjadi alat kontrol sosial yang memberikan warning kepada pejabat dan birokrasi pemerintahan.  Seringkali berbagai cara ditempuh untuk mencari aman dari jerah hukum atas tuduhan kasus korupsi dan bermasalah bagi kemajuan karier dan masa depannya.
Dalam kondisi demikian sosial control masyarakat melalui komunitas indepeden amat dibutuhkan peran aktifnya, demi tegaknya hukum, demokrasi dan hak asasi manusia bagi semua. Utamanya TNI dan Polri seharusnya tetap profesional tidak berbisnis dan berpolitik, sehingga dapat dipercaya publik.
Disamping itu stigmanisasi terhadap penduduk asli Papua separatis, makar dan OPM masih melemahkan semangat juang demi tegaknya keadilan dan kedamaian di tanah Papua. Pasal 106 KUHP masih digunakan oleh aparat penegak hukum, padahal tidak lagi relevan dalam konteks Papua hari ini.
Semua kondisi Papua dapat juga dipengaruhi oleh peta dan kepentingan politik dan kepentingan ekonomi tingkat nasional, regional dan internasional, terutama dominasi negara-negara yang mempunyai hak Veto di PBB, seperti: Inggris, Prancis, China, Rusia dan Amerika Serikat.  Penguasaan ekonomi dunia dan ancaman teroris menjadi perhatian para pihak di level internasional.
Semua kita semua dapat membaca potensi, peluang dan ancaman yang masih melilit di sekitar kita dan terus berkontribusi untuk merubah situasi sosial-politik ke arah yang lebih maju, adil, damai dan sejahterah di tanah Papua yang kaya raya ini.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Sistem noken adalah sistem yang memberikan kekuasaan kepada kepala suku sebagai perwakilan dalam pemberian suara untuk menentukan pilihan sukunya atas kesepatan warga kampungnya. Sistem noken terdapat 2 macam yaitu bigmen dan gantung. Di dalam tradisi masyarakat Papua untuk mengambil keputusan biasanya dalam rapat atau musyawarah yang melibatkan masyarakat keseluruhan atau orang-orang tertentu.
Sitem noken merupakan salah satu kearifan lokal dari Papua dalam proses pemuli untuk menentukan wakil yang. Yang mana ini harus dihormati dalam proses demokrasi, walaupun banyak perbedaan pandangan mengenai penggunaan sistem noken di pegunungan Papua.

B.    Saran
Adapun saran kami dalam makalah ini kepada pembaca adalah agar dapat mengetahiu sistem noken. Karena sistem noken dapat dapat diterapkan, sehingga mencerminkan pilpres secara langsung, umum, bebas, jujur, transparan, jujur, dan adil. Seharusnya kita perlu menggali kearifan lokal diseluruh nusantara agar menambah sistem pemilu walaupun berbeda tetapi mencerminkan kedaulatan rakyat sehingga rakyat dapat berpartisipasi secara dalam pemilu.
Kami mengharapkan untuk kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kesempurnaan karya ilmiah kami selanjutnya.




DAFTAR RUJUKAN

Agistira. 2014. Komnas HAM Pemakaian Sistem Noken dalam Pilpres Melanggar HAM,(Online), dalam http://www.matahaticorp.com/komnas-ham-pemakaian-sistem-noken-dalam-pilpres-melanggar-ham, diakses 16 September 2014.
Tebay,Neles. 2014. Sistem Noken dan Demokrasi, (Online), dalam http:// kompas.com/editorial/cakrawala/item/84180-sistem-noken-dan-demokrasi, diakses 16 September 2014.
,,,,. 2014. Penjelasan Sistem Noken di Papua. (Online), dalam http:// kanalsatu.com/id/ post/29483/ini_penjelasan_sistem_noken_di_papua, diakses 16 September 2014.
Kuncahyo, Wahyu Sabda. 2014. Warga Papua Bela Penggunaan Sistem Noken di Pilpres,(Online) dalam http://politik.rmol.co/read/2014/08/05/ 166342 /Warga-Papua-Bela-Penggunaan-Sistem-Noken-di-Pilpres, diakses 16 September 2014
Indrayadi. 2013. Latar Belakang Terjadinya Pelanggaran HAM di Tanah Papua. (Online)http://tabloid.com/2013/09/15/latar-belakang-terjadinya-pelanggaran-HAM-di-tanah-Papua/.diakses 20 September 2014
Mauri,Alexander.2011. Noken Sebatas Kotak Suara untuk Jaminan LUBER. (Online) http://www.rumahpemilu.org/in/read/3331/Alexander-Mauri-Noken-Sebatas-Kotak-Suara-untuk-Jaminan-LUBER.diakses tanggal 20 September 2014
Rahasusun,Anton.2014. Politisi Sistem Noken di Papua. (online) http:// sinarharapan.co/news/read/140411023/Politisi-Sistem-Noken-di-Papua.diakses 20 September 2014.


3 komentar:

  1. Upaya dalam Menghadapi Sistem Noken di Papua, perlu di tambakanlagi saudara. baik

    BalasHapus
  2. Upaya dalam Menghadapi Sistem Noken di Papua, perlu di tambakanlagi saudara. baik

    BalasHapus