Minggu, 07 Agustus 2016

Revolusi Pelawak

Para aktor politik kian lihai melawak. Duh, mengkin ke depan guyonana para pelawak tergeser dengan para politikus. Saya belum bisa membayangkan, artis Opera Van Java diganti orang parpol. Nunung diganti Bu Mega, Abu Rizal mengganti Abu bolot (Aziz Bolot maksudnya), Anas Urbaningrum, Puan, ada lagi yang lebih kocak macam Ahok dan Haji Lulung.

Bagaimana tak lucu, humor-humor mereka terpampang jelas dimedia. Sengaja atau tidak, joki mereka memang membuat tertawa. Kita kembali bernostalgia pemilu 2004 (kalo tidak salah), waktu ditanya perasaan Bu Mega kalah oleh pak Beye yang bekas menteri sendiri, Bu Meg menjawab “Saya tidak kalah, saya hanya kurang suara” mengenang hal tersebut membuat perut saya getar tertawa.

Kalau para pelawak lucu dengan mengolok-olok orang, canda dengan menghina teman, beda dengan Kang Anas yang lucunya lebih ekstrem. “Kalau saya terbukti korupsi satu rupiahpun, saya siap digantung di Monas”, kata Kang Anas. Gantung diri macam apa dan dimanapun adalah hal yang tidak diinginkan, meskipun ditempat sebagus Monas. Masyarakatpun percaya, dan yakin kalau Anas Urbaningrum tidak bersalah. Selang beberapa waktu, KPK memutuskan Anas bersalah, alias terdakwah. Berbondong-bondong masyarakat siap menyaksikan aksi debus Anas di Monas, tapi tak jadi sembari bilang “Saya sedang didholimi”. Denger ucapan itu saya tertawa lepas, lepaskan saja mas lepaskan.

Ada juga yang mencoba-coba mencelupkan muka didunia perpolitikan, meskipun beliau artis favorit saya yaitu Pakde Dhani, si pentolan grup musik Dewa19. Ahmad Dhani yang hampir sunat dua kali. Kenapa? Totalitasnya mendukung calon Presiden Prabowo membuat dia yakin atas kemenangan Prabowo. Dengan lugas tulisan di twitternya “Jika Jokowi memenangkan pilpres, saya akan potong kelamin saya”. Tak bisa dibayangkan Ahmad Dhani tanpa kejantananya. Tak bisa dibayangkan nasib Mulan Jmeela. Nasib baik mendekati Mulan Jameela, tapi tidak dengan Ahmad Dhani. Pilpres dimenangkan oleh Jokowi. Kalau saya boleh mengira, kemenangan Jokowi karena doa para hater Ahmad Dhani. Mereka berdoa supaya  Ahmad Dhani sunat lagi, entah siapa Presidennya, hehe. Tapi naas keinginan haters tak dilakukan. Dengan mengumpulkan media Ahmad Dhani berkata twitt itu bukan saya yang nulis, alias dibajak.

Aksi kocak bertajuk debus tak hanya terjadi satu-dua kali. Kilah dengan menawarkan bagian tubuh menjadi kebiasaan para pengisi panggung politik. Kisah asmara Ahok dan Haji Lulung pun demikian. Dengan menawarkan dua telinga Haji Lulung siap hilang jika Ahok maju dengan jalur independen. Ahok pun menuruti sepikan Haji lulung. Dengan bantuan teman Ahok, Ahok siap meng-iya-kan gombalan Haji Lulung. Diakhir-akhir waktu pendaftaran calon Gubernur, teman Ahok sudah mengumpulkan fc KTP lebih dari cukup untuk memenangkan Pilgub. Namun, nasib baik dimiliki Haji Lulung. Koh Ahok terpincut pesona Hanura, Golkar, dan juga Nasdem. Tuhan masih sayang warga DKI, karna Haji Lulung tak jadi kehilangan kedua telinganya. Coba bayangkan, Haji Lulung yang seorang DPRD kehilangan dua telinganya. Gimana nasib masyarakat? Lewat apa aspirasi warga bisa terdengar Haji Lulung jika sudah kehilangan dua telinganya?

Kisah cinta Ahok dan para pendukungnya berakhir dengan sebuah penghianatan. Bingung karna jalan indie takut tak menjanjikan, Ahok akhirnya bersimpuh ke pangkuan parpol. Ada suatu hal yang dilupakan koh Ahok, masyarakat itu seperti perempuan, akan muda patah hati jika sudah dikhianati. Jangan salahkan perempuan jika mencari pundak lain untuk bersandar. Jangan salahkan teman Ahok jika plih calon gubernur yang lain. Ini menjadi pelajaran berharga buat para perempuan. Janji kesetiaan bukanlah bukti akhir, lantas kita percaya dengan begitu saja. Seperti Koh Ahok yang katanya setia pada teman-temanya namun akhirnya berkhianat juga.

Jumat, 24 Juni 2016

Aku dan ruang pribadiku

Fajar mulai memanas. Menyinari kedua mataku yang terpejam. Membuat pelan kedua kelopak mataku membuka. Sontak gerak tangan menutupi. Terkejut oleh silau panas mentari pagi. Cerah, tapi panas. Tak ada sejuk pagi dikehidupan kota. Pohon pendingin alam tak dikasih ruang hidup dikota. Semua dihuni oleh manusia. Ditemani mesin yang menjadikan cuaca lebih panas. Asap mengepul menjadikan alam makin panas. Bahkan tak ada kesempatan burung berdoa pagi. Mesin mesin itu merusak indahnya pagi. Manusia itu.. mesin itu..

Aku terperanjat dari karpet tempat biasa aku tertidur. Karpet berukuran dua kali tiga meter yang digelar disudut ruang tamu. Aku diam sejenak. Mata menyapu seluruh ruang itu. Mencari alat wajib sebelum memulai ritual pagi. Dan kutemukan disudut pojok ruangan. Segebok kretek dan sebuah korek api. Kadang kala lain, alat itu kutemukan disudut lantai atas, kadang dilantai yng sama dengan ruang yang berbeda. Entah siapa yng memindahkan itu. Aku berpikir, mungkin dia yng mengambil akan melakukan ritual yng sama denganku.

Ku nyalakan kretekku, ku hisap perlahan. Panas pagi kota sedikit terobati oleh asap tembakau khas madura. Tembakau terbaik dari semua tembakau yng ada di Indonesia.

Ritual pagiku siap dimulai. Aku ambil handuk. Bersiap menuju ruang pribadi. Ya.. kusebut ruang pribadi, karna tak pernah aku didalam ruang itu bersamaan dengan orang lain. Baik dengan pria apalagi dengan wanita. Mungkin orang lain menyebut ruang itu dengan sebutan lain. Kamar mandi. WC. Jedeng. Tapi bagiku, ruang itu bukan sekedar tempat masuk mandi langsung kluar, bukan tempat buang hadjat langsung kluar. Tempat itu lebih sari sebuah ruang dengan genangan air dan gayung. Ditempat itu biasa aku melakukan ritual, menyendiri, kontemplasi.

Aku memulai ritual pagiku dengan membuka baju dan celana. Kugantung penutup tubuhku itu dipaku yng menancap tembok. Perlahan kaki menuju sudut ruang pribadiku. Jongkok diatas tempat pembuangan sampah dari perut manusia. Closet. Aku hisap kretekku yng masih ditangan. Aku tak berniat buang hajat. Juga tak berniat buang air kecil.

Petualanganku sudah dimulai. Anganku sudah berjalan. Otakku kadang berpikir lebih jernih didalam kamar mandi ini, didalam ruang pribadiku.

"Dok dok dokk.." suara gedor pintu menghamburkan imajiku

"Siapa didalam?" lanjut suara dari balik pintu.

"Aku jok, Habib." jawabku keras

"Cepet bib.. Kebelet aku." sahut Joko dari luar

"Ah kau ini jok mengganggu saja. Aku baru saja dapet ilham tentang tulisan novelku, tapi belum selesai kau mengagetkanku. Buyar sudah." aku sedikit marah.

"Halah.. Kayak nabi aja dapet ilham." joko menimpali.

Aku terdiam. Merekonstruksi ulang ide ideku yng berhamburan karna suara pintu itu. Sembari menghirup kretek yng masih ditangan. Kuhembuskan. Dan kluar asap memenuhi ruangan.

"Nabi macam apa kau ini bib? Dapet ilham kog dikamar wc." tambah Joko.

"Hmm.. Kau lupa jok, bung Karno teriak teriak dikamar mandi? Itu dapet ilham buat bekal orasi."
"Kau memang pintar buat alasan bib."

"Kau kenal tere liye? Puthut ea? WS Rendra? Mereka semua idolaku. Dan aku yakin beberapa dari karya mereka ada yang nemu dari ruangan macam ini."

"Ayolah bib.. Sekarang bukan saatnya berdebat. Sudah mau kluar ini."

Aku terdiam sejenak. Kuhirup lagi kretek yang dari tadi masih menempel ditangan. Kuhirup. Kuhembuskan. Asap semakin pekat memenuhi ruangan. Joko semakin merengek rengek diluar. Akhirnya aku keluar. Keluar meninggalkan kamar pribadiku. Keluar demi kawanku.

Senin, 02 Mei 2016

NDP PMII, HASIL ISRA’ MI’ROJ NABI

Kenyataan manusia sebagai makhluk Tuhan, dengan rasa kemanusiaanya mempunyai dua unsur yang saling melengkapi dan senantiasa bergerak dalam proses dialektis. Dua unsur tersebut yaitu unsur horizontal dan unsur vertical (Khaidir, 2006). Unsur horizontal meliputi interaksi manusia dengan manusia lainya, tanpa membedakan suku, agama, ras, dan juga interaksi manusia dengan alam sekitar. Sedangkan unsur vertical merupakan manifestasi dari penghayatan keagamaan, yaitu hubungan manusia sebagai makhluk dengan Sang Pencipta.
            Dalam unsur vertical, manusia disuguhkan dengan yang namanya agama, sebuah keyakinan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan (Tauhid). Dan pada puncaknya agama sebenarnya adalah pengejawantahan diri manusia untuk mengabdi kepada Tuhan (hablumminAlloh). Keyakinan dan pengabdian inilah yang disebut dialog vertical. 
            Dalam realitas kehidupan, manusia tidak bisa lepas dari hubungan-hubungan dengan makhluk lainya. Terdapat suatu konsekuensi logis ketika manusia berhubungan dengan makhluk lain, yaitu menjaga hubungan dengan baik. Dan hubungan inilah yang disebut hubungan horizontal, yaitu hubungan manusia dengan manusia lain (hablumminannas) dan hubungan manusia dengan alam sekitar (hablumminal a’lam). Hubungan antar manusia ini dilandasi dengan dialog untuk mencapai saling pengertian, pengakuan akan eksistensi dan sifat dasar manusia. Tokoh filsuf Jerman, Martin Buber (1878-1965) dengan teori eksistensialisme-nya menjelaskan bahwa eksistensi manusia pada dasarnya adalah sama, yaitu berproses secara dialektis dalam mendambakan kesempurnaan eksistensi, pengakuan untuk saling menghormati, saling mengakui eksistensi manusia lain, keberadaan manusia yang diliputi rasa kemanusiaan atau yang biasa disebut memanusiakan manusia. Disisi lain manusia diciptakan ialah sebagai khalifah fil ardh, manusia diciptakan sebagai pemimpin yang bertanggung jawab di bumi, beranggung jawab dengan baik buruknya keadaan bumi. Karena dengan akal manusia mampu  merenofasi bentuk permukaan bumi (alam) dengan sangat mudah.
            Nabi Muhammad  SAW sepulang dari Isra’ Mi’raj membawa oleh-oleh yaitu perintah untuk shalat. Dalam terminologi Islam, shalat mempunyai arti doa. Dan shalat dilakukan dengan teknis-teknis tertentu dimana setiap gerak memiliki arti dan tujuan. Sebagai makhluk, shalat mempunyai arti suatu penghambaan, abdi kepada Tuhan. Sebagai doa, sholat mempunyai sisi lain yaitu dimensi kemanusiaan. Terminologi Islam menyebutkan bahwa shalat mencegah perbuatan keji dan munkar, “Inna sholata tanha ‘anil fahsa iwal munkar” (Q. S. Al-Ankabut: 45). Secara subjektif, jika manusia masih melakukan perbuatan keji dan munkar, berarti shalatnya masih dipertanyakan. Artinya, selain shalat termasuk ritual vertical manusia kepada Tuhan, shalat juga mempunyai dampak horizontal yaitu hubungan dengan makhluk lainya. Dengan kesimpulan bahwa dalam satu ibadah (shalat) mempunyai dampak yang sangat luas, juga berhubungan dengan Nilai Dasar Pergerakan di PMII itu sendiri. Dimana selain shalat bertendensi pada Tauhid dan hablumminAlloh, shalat juga termanifestasi makna hablumminnas dan hablumminal a’lam.

*Pernah dimuat diweb PMII Rayon Al-biruni 07/12/2015

Kamis, 03 Maret 2016

Gotong Royong untuk Indonesia

Geger status. Beberapa hari kmaren para pecinta sosmed, khususnya penggemaar sejarah dan novel digegerken dengan status tere liye. Berbondong bondong mengomentari seperti ketika menonton bola. Saling adu pendapat tentang sejarah, siapa yang berjasa dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia?
Inti permasalahanya (pendapat subjektif) terletak pada arti kata ulama, komunis dan sosiali. Komunis dan sosialis ialah sebuah paham atau ideologi, komunis ialah bentuk sosialis baru yang dibawa oleh Lenin. Sedangkan ulama ialah kaum cendikiawan muslim (orang Islam). Ideologi tak bisa disamaken dengan
agama, meskipun ada beberapa yng tak selaras. Melawan imperalisme, menghapus kolonialisme, menegakken keadilan tak bisa dimonopili bahwa itu adalah ajaran sosialisme. Jauh sebelum nama sosialisme lahir (banca'an), gerakan tersebut sudah diajarken oleh Islam. Bahkan sudah diterapkan Nabi Muhammad dan khulafaurrasidin melawan kaum kafirin,
Badiuzzaman Said Nursi melawan imperalis Inggris, dan masih banyak pemberontakan lain. Hal itu juga diakui oleh Muhammad Hatta, H. Agus Salim, HOS Cokroaminoto (dalam
bukunya Islam dan Sosialis).
Jadi sangat riskan jika yang diperdebatken selalu agama dan paham ideologi. Tak salah juga kang Tere beranggapan bahwa perjuangan melawan imperalisme di Indonesia banyak
dilakukan oleh para ulama. Karena diakui Islam agama mayoritas penduduk Indonesia. Islam masuk Indonesia sudah berabad abad diawali perjuangan wali songo. Sosialisme masuk di Hindia Belanda beberapa tahun sebelum merdeka yang dibawa pertama kali oleh Snevleet dan diterusken oleh Muso, Semaun, dll. Diantara para pejuang sosialis (melawan kolonial) mereka juga beragama Islam, seperti Cokro, Haji Misbah, dll. Tan Malaka pun ada yang berpendapat dia muslim. Tapi bukan berarti hal tersebut dapat diajikan alas klaim orang muslim paling berjasa atas kemerdekaan Indonesia. Agama dan ideologi lain pun turut menyumbang perlawanan demi keadilan.
Krisnten, Islam, Hindu, Budha, Kejawen, komunis, sosialis marxis, nasionalis, muhammadiyah, nahdhiyin, slankers, baladewa, bonek, arema, dll semua tupex blek berbondong bondong melawan imperalimse, untuk keadilan, untuk Indonesia. Bayangkan jika mereka berjuang hanya untuk komunitas masing2. Pasti banyak yang bilang "ga ada loe ga rame.. Haha".
(Mohon kritik jika terdapat kesalahan)